Selasa, 12 April 2011

LAPORAN PKL (IKAN GURAME,UDANG GI MACRO, IKAN PATIN)



 PERSEMBAHAN


Kami persembahkan karya tulis ini untuk orang-orang yang sangat kami cintai :
v   Ibunda dan Ayahanda yang telah mencurahkan segenap cinta dan kasih sayangnya, do’a restu dan perhatian serta pengorbanannya hingga kami dewasa, ridho dan do’a restu mereka selalu menyertai setiap langkah kami, semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah Nya.
v   Teman-teman seperjuangan.
v   Guru-guru yang telah memberikan ilmunya kepada kami serta almamater tempat kami menuntut ilmu.



























MOTTO


Ø   Hiasilah lisanmu dengan membaca Al Qur’an, hiasilah wajahmu dengan air wudhu, hiasilah perilakumu dengan akhlakmu
Ø   Kekalahan adalah awal keberhasilan
Ø   Banyak baca banyak tahu, banyak ilmu makin maju
Ø   Ilmu pengetahuan adalah ruang kehidupan
Ø   Jangan sia-siakan waktu karena waktu adalah masa depan































KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, semoga puji hanya milik Allah SWT karena atas limpahan dan karunia Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) seperti yang diharapkan.
Adapun judul pada laporan ini adalah “Pembenihan Udang Galah GIMacro, Ikan Patin dan Gurame di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi Subang Jawa Barat”. Penyusunan laporan ini berdasarkan atas hasil praktek kerja lapangan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar yang dilaksanakan mulai tanggal 9 Juni sampai dengan 9 Juli 2008.
Pada kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.      Ibunda dan Ayahanda yang telah memberikan do’a restu, motivasi dan dukungannya kepada kami
2.      H. Mukhlas Hasim, MA. selaku Kepala Sekolah dan Drs. Sulkhi Aziz selaku pembimbing yang memberikan saran, bimbingan dan pengarahan serta memberikan ilmunya dalam melaksanakan PKL
3.      Kholis Wahyudi, SPi. MM. dan Heri Trisnawati, SPi. selaku guru program studi perikanan yang memberikan ilmunya
4.      Kepala Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar yang telah memberikan kesempatan untuk dapat melaksanakan PKL di Instansi tersebut
5.      Mas Bambang, Bapak Kamlawi, Bapak Sofyan selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam melaksanakan PKL
6.      Seluruh Karyawan Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar
7.      Teman-teman Program Studi Budidaya Perikanan dan teman-teman se-almamater

Kami menyadari dalam penyusunan laporan PKL ini masih banyak kekurangan, untuk itulah saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.



Benda, Juli 2008













DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................
SURAT KETERANGAN PKL DARI INSTANSI ...................................................
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................
HALAMAN MOTTO ...............................................................................................
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................
BAB I       PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang Pelaksanaan PKL ....................................................
1.2.  Alasan Pemilihan Judul ....................................................................
1.3.  Tujuan PKL ......................................................................................
1.4.  Tujuan Pembuatan Laporan .............................................................
1.5.  Teknik Pengumpulan Data ...............................................................
BAB II      TINJAUAN UMUM
                  2.1. Nama Lembaga ................................................................................
                  2.2. Berdirinya Lembaga .........................................................................
                  2.3. Struktur Organisasi ...........................................................................
                  2.4. Letak Geografis ................................................................................
                  2.5. Sumber Daya Manusia .....................................................................
                  2.6. Sarana dan Prasarana ........................................................................


BAB III    TINJAUAN KHUSUS
                  3.1. Pembenihan Udang Galah GIMacro …………………………….
                  3.2. Pembenihan Ikan Patin ……………………………………………
                  3.3. Pembenihan Ikan Gurame …………………………………………
BAB IV    PENUTUP
                  4.1. Kesimpulan …………………………………………………….
                  4.2. Saran ………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA






























BAB I
PENDAHULUAN

                        Latar Belakang Pelaksanaan PKL

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan kegiatan kurikuler yang dilaksanakan diluar sekolah. Pelaksanaan kegiatan ini sudah berlangsung sejak tahun 1997. Pertama kali dilaksanakan hanya diikuti oleh siswa spesifikasi komputer. Disusul dengan PKL Bahasa yang diikuti oleh siswa yang mengambil spesifikasi Bahasa Inggris dan siswa MAK. Selanjutnya tahun pelajaran 2000/2001 diikuti pula oleh siswa spesifikasi Tata Busana, Kitab Turats dan spesifikasi Perikanan. Sedangkan tahun pelajaran 2001/2002 diikuti oleh semua spesifikasi yang ada di Madrasah Aliyah Al Hikmah 2 Terpadu, yaitu :
a.       Spesifikasi Komputer
b.      Spesifikasi Bahasa Inggris
c.       Spesifikasi Kitab Turats
d.      Spesifikasi Perikanan
e.       Spesifikasi Pengelasan
Selain mengadakan PKL ditempat yang sudah ditentukan untuk masing-masing siswa, mereka juga mengadakan PKL keagamaan ditempat tinggal sementara sementara melaksanakan kegiatan PKL.
1.2.   Alasan Pemilihan Judul
1.      Sesuai dengan tema perikanan
2.      Sesuai dengan praktek kerja lapangan
3.      Ditempat PKL ada tiga komoditas, yaitu ikan patin, gurame dan udang galah
1.3.      Tujuan PKL
Tujuan dari PKL ini adalah :
1.      Mengetahui tingkat keberhasilan masing-masing program yang telah dilaksanakan
2.      Mengetahui kemampuan siswa dalam menyerap semua materi yang telah diberikan
3.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengenal lebih dekat tentang lingkungan dunia kerja nyata
4.      Meningkatkan wawasan siswa tentang dunia luar melalui proses pengamatan langsung dilingkungan kehidupan sekitarnya
5.      Menumbuhkan motifasi pada siswa untuk menjadi manusia yang mampu berfikir logis, kritis, kreatif, mandiri dan berakhlak mulia
6.      Menumbuhkan kepedulian pada siswa terhadap kondisi islamiah dilingkungan PKL pada khususnya dan kehidupan pada umumnya
1.4.      Tujuan Pembuatan Laporan
1.      Siswa mampu memahami, memantapkan dan mengembangkan pelajaran yang didapat di sekolah dan penerapannya dalam dunia usaha
2.      Melatih mengungkapkan data-data dan mengelola/mengolah sesuatu yang dilaksanakan/dipraktikan di lapangan menjadi sebuah karya tulis
3.      Melatih diri untuk membuat karya tulis yang baik
4.      Sebagai usaha untuk menyempurnakan pelaksanaan PKL dan menghindari kekeliruan penempatan bidang kerja praktik siswa

1.5.      Teknik Pengumpulan Data
a.       Data Primer
         Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Data primer diperoleh melalui kegiatan observasi (pengamatan), wawancara (komunikasi pribadi) dan partisipasi aktif. Kegiatan observasi dan partisipasi aktif dilakukan selama mengikuti atau melaksanakan kegiatan pembenihan. Kegiatan wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab (diskusi) dengan pembimbing lapang, peneliti, teknisi dan karyawan.
b.      Data Sekunder
         Data sekunder merupakan data yang telah terlebih dahulu dilaporkan oleh pihak lain. Data sekunder dapat diperoleh melalui kegiatan studi pustaka di perpustakaan terhadap buku-buku teks, laporan, brosur, jurnal maupun prosiding.






















BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1.   Nama Lembaga Tempat PKL
         Kegiatan PKL ini dilaksanakan disebuah lembaga penelitian (riset) perikanan dibawah Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Lembaga tersebut saat ini bernama Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT) yang berkedudukan di Jalan Raya 2 Sukamandi, Subang, Jawa Barat.

2.2.      Sejarah Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi

Pada tanggal 26 Juni 1927 sebelum kemerdekaan pemerintah Belanda mendirikan Voor de Binnen Visserij yang berkedudukan di Bogor. Pada tahun 1946 pemerintah Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian tanggal 8 September 1951 No. 81/Um/51 mendirikan Balai Penyelidikan Perikanan Darat di Jakarta. Seiring dengan perkembangan tuntutan kebutuhan telah terjadi beberapa kali perubahan dalam struktur dan mandat dalam susunan pemerintahan. Pada tanggal 22 September 2000 terjadi perubahan yang mendasar, yaitu yang sebelumnya berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, menjadi di bawah Sekretariat Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan. Sejarah singkat LRPTBPAT adalah sebagai berikut :

- Tahun 1927   : Laboratorium Voor de Binnen Visserij, Bogor
- Tahun 1951   : Laboratorium Penyelidikan Perikanan Darat, Bogor
- Tahun 1952   : Balai Penyelidikan Perikanan Darat, Bogor
- Tahun 1957   : Balai Penyelidikan Perikanan Darat, Sempur Bogor
- Tahun 1963   : Lembaga Penelitian Perikanan Darat, Sempur Bogor
- Tahun 1980   : Balai Penelitian Perikanan Darat, Sempur Bogor
- Tahun 1984   : Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Sempur Bogor
- Tahun 1994   : Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Sukamandi Subang
- Tahun 2003   : Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Sukamandi Subang

2.3.Struktur Organisasi
Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT) Sukamandi merupakan unit eselon IV di bawah Pusat Riset Perikanan Budidaya (PRPB) sebagai unit eselon II dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) sebagai unit eselon I. Oleh karena itu jabatan struktural yang ada hanyalah Kepala Loka. Akan tetapi untuk membantu Kepala maka dibentuklah semacam struktur organisasi non formal (struktur organisasi bayangan). Struktur organisasi LRPTBPAT Sukamandi adalah sebagai berikut :
-          Kepala Loka
-          Koordinator Tata Usaha : Kepegawaian, Rumah Tangga
-          Bendahara
-          Koordinator Program dan Kerjasama
-          Koordinator Informasi dan Dokumentasi : Perpustakaan, Lab. Informasi
-          Koordinator Pelayanan Teknis : Kepala Kolam, Lab. Kualitas Air dan Kimia, Patologi, Genetika, Pakan Alami dan Feed Processing
-          Koordinator Komoditas Riset : Udang Galah, Patin, Gurame dan Resirkulasi
-          Kelompok Jabatan Fungsional : Peneliti, Teknisi Litkayasa

2.4.      Letak Geografis
Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar terletak di Jalan Raya 2 Sukamandi, dan secara administratif termasuk dalam wilayah Desa Rancamulya Kecamatan Patokbeusi Kabupaten Subang Jawa Barat, dengan luas area penelitian sekitar 60 hektar. Sebelah utara berbatasan dengan jalan jalur utama PANTURA (Jakarta-Cirebon), sebelah timur berbatasan dengan Balai Besar Padi, sebelah selatan berbatasan dengan sungai Citempuran, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan perkampungan Patokbeusi.
Keadaan tanah relatif datar dengan ketinggian lebih kurang 15 meter diatas permukaan air laut dan kemiringan lahan 0,03%. Daerah disekelilingnya merupakan areal pertanian tanaman padi. Jenis tanahnya adalah liat.

2.5.Sumber Daya Manusia
Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar memiliki sumber daya manusia sebanyak 62 orang, terdiri dari 14 orang Peneliti (1 Doktor, 6 Master dan 7 Sarjana), 12 orang Teknisi 12 orang tenaga administrasi dan 24 orang tenaga kontrak.




2.6.Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang dimiliki Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar adalah kantor administrasi, perpustakaan, laboratorium genetika, laboratorium kualitas air dan kimia, laboratorium nutrisi dan pakan alami, laboratorium patologi, hatchery patin, hatchery udang galah, kolam-kolam riset, kolam reservoir (6 ha), auditorium (kapasitas 300 orang), laboratorium komputer dan data, lapangan olah raga serta tempat parkir yang cukup luas.















BAB III
TINJAUAN KHUSUS

                          Kegiatan PKL
                                    Pembenihan Udang Galah GIMacro
A.          Tinjauan Pustaka
a.Taksonomi Udang Galah GIMacro
Sebagian besar udang galah air tawar termasuk dalam suku (familia) Palaemonidae dan marga Macrobrachium yang merupakan marga yang paling banyak jenisnya. Udang galah merupakan salah satu jenis marga Macrobrachium yang paling banyak dikenal karena ukurannya yang besar.
Kedudukan udang galah dalam sistematika (Holthuis, 1950) adalah:
Filum                  : Arthropoda
Kelas                  : Crustacea
Bangsa               : Decopoda
Suku                   : Palaemonidae
Anak Suku         : Palaemoninae
Marga                 : Macrobrachium
Jenis                   : Macrobrachium rosenbergii de Man
Varietas              : GIMacro (Genetic Improvement of Macrobrachium
                              Rosenbergii)


                  GIMacro merupakan varietas udang galah hasil seleksi yang merupakan populasi sintetik dari tiga sumber populasi yaitu Kalipucang, Tanjung air dan Sungai Musi yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya pada trait pertumbuhan, edible portion maupun kemampuan adaptasi terhadap lingkungan. Udang galah GIMacro secara resmi dirilis oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada 23 Juli 2001.

  1. Morfologi Udang Galah
                  Badan udang galah terdiri atas kepala dan dada (Cephalothorax), badan (Abdomen) dan ekor (Uropoda). Udang galah mempunyai ciri khusus yaitu kedua kakinya tumbuh lebih dominan.
                  Cephalothorax dibungkus oleh kulit keras yaitu carapace. Pada bagian kepala terdapat penonjolan carapace yaitu rostrum. Jumlah gigi rostrum dibagi 2 yaitu rostrum atas dan rostrum bawah dengan jumlah gigi yang berbeda. Rostrum atas berjumlah 11-13 dan rostrum bawah berjumlah 8-14. Udang galah mempunyai sepasang mata yang bertangkai dan terletak pada pangkal rostrum, jenis matanya termasuk mata majemuk (facet), (Hadie dan Hadie, 2002).
                  Bagian ekor merupakan ruas terakhir dan ruas badan yang kaki renangnya berfungsi sebagai pengayuh atau ekor kipas. Uropoda terdiri dari bagian luar (exopoda), bagian dalam (endopoda), bagian ujung meruncing (telson). Pada udang galah dewasa pasangan kaki jalan kedua tumbuh sangat panjang dan besar, panjangnya dapat mencapai 1,5 kali panjang badannya (Hadie dan Supriyatna, 1988) ciri ini juga merupakan ciri khas udang galah yang secara cepat dapat dikenali, namun pada udang galah betina pertumbuhan kaki jalan kedua ini tumbuh tidak begitu mencolok.

  1. Habitat dan Penyebaran
                  Tingkah laku dan kebiasaan hidupnya, fase udang galah dewasa sebagian besar dijalani didasar perairan tawar dan fase larva bersifat planktonik yang sangat memerlukan air payau. Udang galah mempunyai habitat di perairan umum misalnya rawa, danau dan sungai yang berhubungan dengan laut. Sebagai hewan yang bersifat euryhaline mempunyai toleransi yang tinggi terhadap salinitas air yaitu 0-20 per mil, yang berhubungan erat dengan siklus hidupnya (Hadie dan Hadie, 2002). Di alam udang galah dapat memijah di daerah tawar pada jarak 100 km dari muara, lalu larvanya terbawa aliran sungai hingga kelaut. Larva yang menetas dari telur paling lambat 3-5 hari harus mendapatkan air payau. Larva berkembang dan melakukan metamorfosis hingga mencapai pasca larva (PL) di perairan payau dan kemudian berupaya ke perairan tawar.
                  Daerah penyebaran udang galah adalah di daerah Indo-Pasifik yaitu bagian timur Benua Afrika sampai Semenanjung Malaka, termasuk Indonesia. Di Indonesia udang galah terdapat di Sumatera, Kalimantan, Jawa Barat dan Nusa Tenggara serta Irian. Udang galah dapat memijah di daerah tawar.



  1. Makanan dan Kebiasaan Makan
                  Udang galah termasuk hewan omnivora yang merupakan hewan pemakan bahan hewani maupun nabati. Di alam bahan hewani yang dimakan yaitu cacing, larva insecta (serangga air), mollusca (kerang-kerangan) dan crustacea (kelompok udang-udangan) sedangkan golongan nabati yaitu alga benang, jaring-jaringan tanaman dan detritus.
                  Larva yang baru menetas belum memerlukan makanan dari luar, karena makanan sudah tersedia di dalam kantong kuning telur. Persediaan makanan akan habis setelah berumur 2 hari (larva). Makanan yang terambil berdasarkan ukuran yang sesuai dengan mulutnya bukan tergantung jenisnya. Makanan tersebut kemudian ditelan dengan cara disaring melalui air yang masuk. Udang yang sudah besar akan menangkap makanannya dengan capit (chela) kemudian makanan itu diteruskan ke maxilliped yang akan mencabik-cabik hingga menjadi kecil dan selanjutnya masuk ke dalam mulut.

  1. Pergantian Kulit (Moulting)
                  Larva udang galah mutlak memerlukan pergantian kulit (moulting) agar dapat tumbuh dengan baik. Pada saat larva mengalami pergantian kulit, aktivitas larva terhenti sementara. Pada waktu itu larva udang tidak makan dan tidak banyak bergerak sebelum kulit baru mengeras. Proses terjadinya ganti kulit ini dipengaruhi oleh kelenjar hormon yang terdapat pada pangkal tangkai mata (Ling, 1969). Proses pergantian kulit itu sendiri berlangsung secara bertahap.

                  Tahap ganti kulit didahului dengan pecahnya garis moulting (moulting line), tahap selanjutnya keluarnya tubuh baru dari tubuh lama. Setelah tubuh baru terlepas dari kulit lama, tahap berikutnya adalah penyerapan air dan garam-garam organik, sehingga sel-sel tubuh terpenuhi air (turgor), dengan demikian secara keseluruhan badan udang akan bertambah besar, tahap ini disebut post moulting, kemudian terjadi kalsifikasi (pengapuran) dan tahap ini kandungan air dalam tubuh larva menjadi berkurang. Pada tahap berikutnya kulit dan anggota badan mulai mengeras. Pergantian kulit ini meliputi seluruh bagian kulit udang, yaitu dari ujung antena sampai ujung telson.

  1. Reproduksi
                  Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) dalam masa pemijahannya tidak mengenal masa kawin atau memijah sepanjang tahun. Dalam perkembangannya, induk betina perlu mempersiapkan telurnya untuk dibuahi oleh induk jantan. Kematangan telur pada udang betina dapat dilihat dari perkembangan ovarinya yang terletak dibagian punggung (dorsal) dari tubuh udang (cephalotorax). Ovarium tersebut bulat dan berwarna jingga. Udang galah jantan kematangan gonad ditentukan oleh perkembangan organ kelamin jantan yang sempurna dan biasanya mengandung spermatophora.
                  Kematangan kelamin udang pertama kali dicapai pada umur 3-4 bulan dengan panjang badan 10-12 cm dan berat 25 gram. Jumlah telur yang dihasilkan (fekunditas) dipengaruhi oleh umur, ukuran dan pakan yang dikonsumsi. Secara umum pemijahan udang terjadi pada malam hari. Sebelum pemijahan berlangsung, udang betina terlebih dahulu berganti kulit (premating moult). Selesai pemijahan telur yang dibuahi diletakkan ditempat pengeraman (brood chamber) diantara kaki-kaki renang dan diikat oleh benang (filamen). Selama pengeraman telur akan dipelihara induknya dengan cara menggerakkan kaki renangnya secara terus menerus agar telur mendapatkan oksigen. Aktivitas ini dilakukan terus menerus sampai telur menetas menjadi larva. Telur akan menetas menjadi larva memerlukan waktu sekitar 19 hari.

  1. Daur Hidup
                  Udang dewasa akan memijah dan bertelur di air tawar, sejak telur dibuahi hingga menetas diperlukan waktu 16-20 hari. Larva yang baru menetas memerlukan air payau sebagai lingkungan hidupnya. Apabila dalam jangka waktu 3-5 hari sesudah menetas tidak mendapatkan air payau, sebagian besar larva akan mati. Sejak stadium 1 sampai PL memerlukan air payau dengan kadar garam 5-20 ppt.

B.     Pembenihan Udang Galah GIMacro
a.      Sarana dan Prasarana Pembenihan Udang Galah GIMacro
1.      Air
            Sumber air yang digunakan untuk kegiatan pembenihan budidaya di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi berasal dari dua sumber yaitu sungai dan air tanah (sumur), dengan debit yang mencukupi serta kontinue. Kualitas airnya secara umum cukup baik untuk kegiatan perikanan. Namun nilai pH (derajat keasaman) air sumur relatif tinggi. Sistem saluran air untuk air sungai bersifat terbuka, sedangkan air tanah (sumur) bersifat tertutup.
Gambar sumur dalam untuk kegiatan pembenihan
2.      Unit Pengolah Air
            Untuk penanganan (treatment) air payau yang sudah dipakai agar bisa dimanfaatkan kembali dilakukan melalui suatu unit pengolahan air. Untuk pengolahan air terdiri dari proses pengendapan, filterisasi dan ozonasi serta sterilisasi dan desinfeksi menggunakan radiasi ultra violet (UV).
Gambar unit pengolah air

3.      Kolam Reservoir
            Kolam reservoir berupa kolam tanah sebanyak dua buah yang saling berhubungan, dengan luas sekitar 1,5 ha yang berfungsi untuk menampung air suplai dari saluran irigasi Waduk Jatiluhur yang kemudian disalurkan ke kolam/bak dengan pipa paralon yang berukuran 12 inci.
Gambar kolam reservoir
4.      Kolam Pemeliharaan Induk
            Pemeiharaan induk udang galah GIMacro dilakukan pada kolam tembok dengan dasar tanah yang berukuran 200 m2 dengan ketinggian air 100-120 cm. Pemberian pakan induk dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari dengan cara ditebar kedalam kolam. Kolam induk ini dilengkapi dengan shelter yang berfungsi sebagai pelindung pada waktu udang sedang melakukan proses moulting dan pipa-pipa air yang dibuat lubang kecil-kecil untuk penambahan oksigen serta saluran inlet dan outlet untuk pergantian air.
            Fungsi bak pemeliharaan induk ini yaitu untuk menampung dan memelihara induk-induk sampai siap untuk dipijahkan. Jumlah kolam/bak lebih dari satu, karena induk-induk tersebut dipelihara secara terpisah berdasarkan ukuran dan jenis kelamin.
Gambar kolam pemeliharaan induk

5.      Bak Pemijahan
            Bak pemijahan ini berupa bak fiber yang berkapasitas 5 ton. Bak pemijahan ini digunakan untuk menampung induk yang sudah matang telur. Induk yang sudah matang telur diambil lalu dimasukkan kedalam bak penampungan (fiber) yang dilengkapi dengan shelter dan aerasi serta inlet dan outlet.

Gambar bak pemijahan



6.      Bak Penetasan dan Pemeliharaan Larva
            Bak penetasan ini berupa bak fiberglas berbentuk kerucut (corong). Corong penetasan ini berkapasitas 50 L air yang dipersiapkan 1 hari sebelum induk-induk betina yang akan ditetaskan dipindahkan. Semua wadah penetasan dan alat-alat dibersihkan kemudian direndam dengan larutan klorin selama ± 24 jam lalu dibilas dengan air bersih dan dikeringkan. Bak penetasan ini dilengkapi aerasi dan potongan (lembaran) waring sebagai shelter. Bak-bak penetasan ini sekaligus berfungsi sebagai bak untuk pemeliharaan larva, setelah telur-telur dari induk yang ditetaskan menetas seluruhnya. Bak-bak pemeliharaan ini dilengkapi aerasi dan termometer.
Gambar bak pendederan indoor

7.      Bak/Kolam Pendederan
            Bak pendederan udang berupa bak beton berkapasitas 5 ton air yang dilengkapi dengan shelter dan aerasi serta saluran inlet dan outlet. Udang yang sudah mencapai PL akan dipindahkan setelah udang menyesuaikan diri dengan air tawar.
            Pendederan secara outdoor dilakukan dalam waring-waring yang ditempatkan dalam kolam 50 m2. Kolam-kolam pendederan tersebut sebelumnya telah dipupuk dan telah kaya akan pakan alami.
Gambar kolam pendederan outdoor dalam waring-waring

8.      Kolam Pembesaran
            Kolam pembesaran untuk udang galah GIMacro kolam semi beton dan kolam tanah dengan ukuran 200 m2, 400 m2 dan 2000 m2 yang dilengkapi dengan shelter untuk perlindungan dan pipa-pipa penyemprot air untuk penambah oksigen serta saluran inlet dan outlet.
Gambar kolam pembesaran



9.      Desinfektan/Sterilisator
            Bahan sterilisator yang digunakan untuk pembenihan udang galah di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi yaitu klorin dengan dosis 0,5% selama 24 jam.
10.  Pupuk
            Pupuk yang digunakan untuk menumbuhkan pakan alami berupa kotoran ayam dan jerami kering. Pupuk tersebut digunakan untuk menumbuhkan pakan alami pada tahap pendederan. Selain itu juga digunakan pupuk anorganik (pupuk buatan) dan bahan-bahan lainnya.

11.  Peralatan Monitoring Kualitas Air
            Pengukuran kualitas air yaitu suhu, pH, DO dan amoniak dilakukan pada setiap bak-bak pemeliharaan serta sumber air yang akan digunakan. Untuk suhu setiap bak dilengkapi dengan termometer, kadar DO diukur menggunakan DO meter dan kadar amoniak dengan cara titrasi, sedangkan pengukuran pH menggunakan pH meter. Untuk keperluan praktis pengukuran kualitas air sering kali dilakukan dengan menggunakan kit tester.
Gambar Kit tester pH, amoniak dan nitrit
12.  Shelter
            Shelter sebagai pelindung diperlukan pada semua kolam dan bak untuk mengurangi kanibalisme. Shelter dibuat dari anyaman bambu sehingga berbentuk menyerupai rak. Shelter ini dibuat secara bertingkat dan biasa dikenal sebagai shelter model apartemen. Ukuran shelter ini beragam sesuai ukuran dan kebutuhan kolam/bak. Selain dari bahan bambu, shelter juga dibuat dari potongan pipa paralon (PVC).
 
Gambar shelter dari anyaman bambu dan potongan pipa PVC
13.  Blower
            Blower berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan kestabilan kadar oksigen yang digunakan pada bak pemijahan, bak pemeliharaan, bak pendederan, bak induk dan bak penetasan.
Gambar blower
14.  Water Heater Thermostat
            Water Heater Thermostat merupakan alat pemanas suhu air yang digunakan untuk mempertahankan kestabilan suhu air pada bak penetasan telur dan bak pemeliharaan larva agar tetap sesuai dengan kehidupan dan perkembangan telur dan larva. Alat ini diatur pada 28-32 oC.
Gambar water heater thermostat
15.  Freezer dan Lemari Es
            Freezer dan lemari es digunakan sebagai tempat penyimpanan pakan buatan dan kaleng kista Artemia sp. agar tetap terjaga nilai nutrisinya dan kualitasnya.
Gambar freezer
16.  Alat Bantu Lainnya (Prasarana Lainnya)
            Alat-alat bantu lainnya yang digunakan selama pembenihan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar yaitu serokan, mangkok, baskom, selang sifon, planktonet, dan lain sebagainya.

b.   Kegiatan Pembenihan Udang Galah GIMacro
1.      Seleksi Induk
Seleksi induk bertujuan untuk memperoleh induk yang mempunyai sifat-sifat baik yang diharapkan dapat menurun pada generasi berikutnya (Hadie dan Hadie, 2003). Seleksi induk yang baik dilakukan dengan cara mengenali sifat-sifat genetis dari udang galah tersebut.
Udang betina yang sudah siap kawin dapat dilihat dari gonad (indung telur). Induk-induk betina udang galah GIMacro dipilih yang matang gonad tetapi tidak mempunyai telur yang dierami (belum mengerami telurnya). Indung telur ini terletak pada bagian belakang rostrum (tampak atas) apabila indung telur sudah terlihat merah kekuningan yang meliputi sebagian besar dari cephalotorax pertanda bahwa udang tersebut siap kawin. Ukuran induk dipilih yang cukup besar, dengan berat lebih dari 40 gram.
Induk-induk jantan dipilih yang berukuran lebih besar daripada induk-induk betinanya, yakni lebih dari 50 gram induk dan sedapat mungkin yang mempunyai capit besar yang berwarna biru (blue claw) serta tidak cacat.
Gambar seleksi induk
2.      Pemijahan
Pemijahan dilakukan secara massal dengan perbandingan induk (Sex Ratio) jantan : betina adalah 1 : 3. Sebelum memijah biasanya induk betina melakukan pergantian kulit (premating moult) saat itu induk betina menjadi lemah dan pada saat itu juga terjadi perkawinan. Perkawinan udang galah berlangsung secara sederhana, udang jantan akan mengeluarkan spermanya yang kemudian akan melekat pada spermatheca pada bagian dada diantara kaki jalan ketiga betina dan terjadi pembuahan. Kejadian ini berlangsung pada saat telur turun melalui lubang kelamin yang akan dipindahkan ke tempat pengeraman dimana sperma disimpan. Setelah pembuahan berlangsung, telur diletakkan diruang pengeraman yang terdapat diantara kaki renang induk betina hingga saatnya menetas.
Gambar proses pemijahan udang galah
3.      Penetasan
Ciri-ciri induk yang baik untuk ditetaskan telurnya yakni berdasarkan ciri-ciri morfologisnya seperti ukuran, fekunditas, kulit luar dan umur. Fekunditas atau kandungan telur cukup banyak. Hal ini dapat dilihat pada kantong pengeraman (brood chamber) yang terletak pada perut induk udang betina. Kulit dan bagian badan cukup bersih dari kotoran maupun organisme-organismelain yang bersifat parasit atau komensal. Umur tidak terlalu tua, sehingga masih mampu berkembang biak dengan baik.
Penetasan telur dilakukan di bak penetasan berupa fiber dengan media air tawar yang dilengkapi dengan shelter dan aerasi. Ciri-ciri induk yang sudah siap menetas yaitu telur berwarna kecoklatan. Selama masa penetasan pakan harus tersedia cukup. Hal ini berguna agar telur dapat terjaga dengan baik.
Untuk memperoleh larva yang seragam hendaknya waktu penetasan diperhatikan, apabila sudah ada telur yang menetas hendaknya cepat-cepat dipindahkan ke media pemeliharaan yang sudah siap untuk menghindari kanibalisme.
Gambar induk betina yang siap ditetaskan
4.      Pemeliharaan Larva
Induk-induk yang telurnya telah menetas segera dipindahkan ke kolam pemeliharaan induk. Larva yang telah menetas dari masing-masing induk dihitung jumlahnya. Penghitungan larva dilakukan dengan sampling menggunakan metode sampling volumetrik, yakni larva dari induk yang telah menetas ditampung dalam ember bervolume 4 liter, kemudian diambil sampel 20 mililiter sebanyak 3 kali, selanjutnya dihitung jumlah larva dari masing-masing sampel lalu diambil nilai rata-ratanya.
Sebelum penebaran larva dilakukan maka terlebih dahulu media pemeliharaan larva disiapkan. Media pemeliharaan larva yang digunakan adalah air payau bersalinitas 10 ppt, yang dibuat melalui pencampuran air laut dengan air tawar dengan perbandingan tertentu dan diperiksa/dicek menggunakan refraktometer. Perbandingan volume air tawar dengan air laut yang diperlukan dihitung dengan menggunakan rumus :
            V1 x N1 = V2 x N2
Keterangan :
V1 = volume awal air laut yang diencerkan
N1 = salinitas awal air laut
V2 = volume air setelah diencerkan (volume air payau)
N2 = salinitas air payau yang diperlukan

Larva yang baru menetas belum sempurna, tetapi larva tersebut masih memiliki cadangan makanan di dalam tubuhnya berupa kuning telur yang akan habis pada waktu larva berumur 2 hari. Larva yang menetas dipelihara didalam corong-corong yang sudah disterilkan dan diisi dengan air payau dengan salinitas 10 ppt dan dengan suhu 30 oC. corong-corong tersebut berkapasitas 50 liter yang kemudian diisi dengan 5.000 ekor larva percorong dengan kepadatan 100 ekor/liter. Corong-corong tersebut dilengkapi dengan water heaterthermostat sebagai pemanas dan aerasi untuk mensuplai oksigen.
Setelah larva berumur 3 hari larva diberi pakan alami berupa naupli Artemia sp. yang telah dikultur. Penggunaan naupli Artemia sp. ini mempunyai keuntungan yaitu mudah dalam penyediaan dan penyimpanannya dan juga memiliki ukuran yang sesuai untuk larva udang galah. Pemberian naupli Artemia sp. ini sebanyak 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Untuk mengetahui jumlah sisa pakan Artemia sp. dalam bak pemeliharaan larva, maka sebelumnya diperiksa terlebih dahulu dengan cara mengambil air sampel media pemeliharaan larva dengan menggunakan gelas bening. Kebutuhan larva udang galah akan naupli Artemia sp. semakin meningkat seiring bertambahnya umur larva. Jumlah kebutuhan naupli Artemia sp. perharinya yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan larva udang galah.

Tabel 1. Kebutuhan naupli Artemia sp. Setiap ekor larva udang galah perhari
Umur larva (hari)
Jumlah kebutuhan naupli Artemia sp.
(per ekor larva perhari)
3
5
4 - 6
10
7
15
8
20
9
25
10 -11
30
12
35
13 - 14
40
15 - 24
45
25 - 30
50
30 (pasca larva)
45
Sumber : AQUACOP, 1983


            Setelah larva berumur 9-10 hari maka diberi pakan buatan (egg custrad) dan naupli Artemia sp. yang digunakan sebagai pakan tambahan secara adlibitum. Pada saat pemberian pakan inilah penyiponan harus dilakukan secara intensif karena jika tidak, pakan itu bisa merusak kualitas air yang nantinya akan membuat udang stres dan pertumbuhan menjadi terhambat. Cara penyiponan yaitu aerasi dimatikan supaya seluruh larva berada dipermukaan kotoran pada dinding corong dibersihkan dan air diputar satu arah, sampai akhirnya kotoran terkumpul didasar corong, lalu disifon sehingga kotoran akan terbawa, di bawah disiapkan ember untuk menampung kotoran dan larva yang terbawa.
            Pengamatan perkembangan larva dilakukan 3 hari sekali dengan menggunakan mikroskop dengan cara mengambil sampel udang ± 30 ekor.

Tabel 2. Karakteristik masing-masing stadium perkembangan larva udang galah
Stadium
Ciri khas
1
Mata masih menempel
2
Mata sudah bertangkai
3
Uropoda sudah terpisah menjadi 2 dan rostrum 1 lekukan
4
Kaki jalan ke-4 sudah terbentuk dan rostrum 2 lekukan (berduri 2)
5
Kaki jalan ke-4 bertambah panjang, telson dari pangkal ke ujung lurus
6
Tunas kaki renang mulai terbentuk
7
Kaki renang mulai bercabang
8
Kaki renang luar berambut (ditumbuhi setae)
9
Kedua kaki renang (endopoda dan eksopoda) ditumbuhi setae
10
Rostrum atas bergerigi 3-5
11
Rostrum atas bergerigi 7-11
PL
Rostrum atas dan bawah bergerigi, bentuk sempurna seperti udang dewasa


            Produk yang diharapkan dari kegiatan pembenihan udang galah adalah pasca larva. Pemanenan dilakukan setelah 80% dari larva telah menjadi pasca larva. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan selang sifon berdiameter 1 cm. Pemanenan harus dilakukan secara hati-hati dengan aerasi dimatikan terlebih dahulu agar larva dan pasca larva tidak mengalami stres. Peralatan yang dipergunakan dalam kegiatan pemanenan antara lain selang sifon, seser dan baskom.
Gambar proses pemanena pasca larva
            Untuk menjaga agar pasca larva tetap dalam kondisi sehat maka suhu dan salinitas media penampungan harus sama dengan media pemeliharaan, yaitu 10 ppt dan suhu 29-31 oC. Penurunan salinitas dilakukan secara bertahap, maksimum 2-3 ppt perhari hingga mencapai 0 ppt (air tawar). Setelah pasca larva berumur 10 hari (PL10), maka siap untuk ditebar di kolam atau bak pendederan maupun tambak.
Gambar pasca larva yang siap untuk dideder




  1. Pakan
1.      Pakan Alami
            Naupli Artemia sp. merupakan pakan yang terbaik bagi larva udang galah. Disamping nilai nutrisinya yang tinggi, yakni kandungan protein sebesar 53,31%, lemak 23,01% dan karbohidrat 22,78% (Hadie dan Satyani, 1988), mudah dalam penyediaan dan penyimpanannya, juga memiliki ukuran yang sesuai untuk larva udang galah. Untuk mendapatkan naupli Artemia sp. dengan kualitas baik, beberapa hal perlu diperhatikan seperti kemasan produk dan daya tetas. Sterilisasi terhadap telur (cyst) Artemia sp. juga harus dilakukan untuk mengantisipasi masuknya jamur dan bakteri. Sterilisasi dilakukan dengan cara perendaman dalam larutan klorin 0,5 gram pergram telur (cyst) Artemia sp. selama 30 menit kemudian dibilas sampai bau klorin hilang. Untuk mengurangi kotoran dan cangkang telur Artemia sp., maka sebelum ditetaskan telur Artemia sp. direndam terlebih dahulu dalam air tawar selama 1-2 jam.
            Media penetasan telur Artemia sp. Menggunakan air laut dengan salinitas 10 ppt. Sebelum dimasukkan kedalam media, telur terlebih dahulu direndam air tawar (± 1 jam) agar terjadi hidrasi air tawar kedalam kulit telur. Dengan demikian telur mempunyai berat jenis lebih rendah dibandingkan dengan air laut sehingga setelah telur menetas, kista akan mengapung. Selama penetasan, aerator harus tetap dijalankan, lama penetasan ± 24 jam.

            Cara pemanenan naupli Artemia sp. yaitu aerator dimatikan dan didiamkan selama ½ - 1 jam, kemudian disedot dengan menggunakan selang lalu ditampung dalam ember.
Gambar penetasan telur Artemia sp.
2.      Pakan Buatan
            Pakan buatan yang berupa egg custrad diberikan setelah larva memasuki stadium 7, berumur 9-10 hari. Adapun formulasi pakan buatan terdiri dari tepung terigu, susu bubuk, telur ayam, daging cumi-cumi dan multivitamin. Proses pembuatan pakan buatan pada kegiatan ini adalah cumi-cumi dibersihkan dari kotoran, dicuci lalu dikukus selama 10 menit kemudian digiling sampai halus. Telur, tepung terigu, susu dan daging cumi dicampur hingga merata. Selanjutnya adonan tersebut dimasukkan kedalam loyang dan dikukus hingga matang (± 30 menit). Penambahan multivitamin dilakukan setelah pengukusan dengan cara pengolesan. Kandungan nutrisi pada pakan buatan tersebut disajikan pada Tabel 3.



Tabel 3. Kandungan nutrisi pakan buatan (egg custrad)
Nutrien
Kandungan (%)
Protein
44,20
Lemak
15,10
Abu
6,81
Kadar air
11
Serat kasar
0,61
KAlsium
1,47
Fosfor
2,08
Karbohidrat
22,30
Sumber : Hadie dan Satyani, 1988

Gambar pakan buatan (egg custrad)

            Ukuran dan dosis pakan harus disesuaikan dengan umur larva. Ukuran pakan yang sesuai dapat diperoleh dengan menggunakan saringan berukuran tertentu. Beberapa ukuran saringan dan dosis menurut umur larva dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Dosis pemberian pakan dan ukuran saringan berdasarkan umur larva
Umur larva
(hari)
Ukuran mesh saringan
(cm)
Dosis
(μg/ekor/berat kering)
12
16
70
13
16
80-90
13-14
8
100-180
25-30
8
200
30
8
200
Sumber : AQUACOP, 1983


            Pada kegiatan pendederan pakan yang diberikan adalah pakan komersial pembesaran udang galah berbentuk butiran halus (crumble). Dosis pemberian pakan pada kegiatan pendederan adalah sebanyak 15%.
Gambar pakan komersial untuk kegiatan pendederan udang galah

  1. Pengamatan Kualitas Air
            Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam pemeliharaan larva, salah satu cara untuk menjaga kualitas air dapat dilakukan penyiponan dan pergantian air. Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, DO, pH, nitrit dan amoniak.
1.      Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan udang. Pengetahuan tentang aspek mutu air sangat penting sekali untuk mengatasi masalah, karena batas toleransi udang terhadap lingkungan berbeda-beda. Selama kegiatan pembenihan udang galah GIMacro suhu berkisar antara 29-31 oC hal ini masih merupakan tingkat yang stabil. Hal ini disebabkan ruangan yang digunakan diminimalisasi adanya udara dan cahaya yang masuk.
2.      Derajat Keasaman (pH)
Selama kegiatan pembenihan udang galah GIMacro pH berkisar antara 7,8 – 8,5. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH meter. Derajat keasaman tersebut bersifat relatif basa. Hal ini disebabkan karena kandungan kapur dalam air relatif tinggi.
3.      DO (Dissolved Oxigen)
Kebutuhan terhadap oksigen pada udang berbeda-beda tergantung pada stadia dan jenis. Agar udang dapat hidup normal kandungan oksigen dalam air tidak boleh kurang dari 5 ppm. Selama kegiatan pembenihan udang galah GIMacro kandungan oksigen berkisar 6,8 – 7,6 ppm.
4.      Amoniak
Tingginya kandungan amoniak dalam suatu perairan disebabkan karena sisa metabolisme dan sisa pakan dalam jumlah yang tinggi. Selama kegiatan pembenihan udang galah GIMacro kandungan amoniak berkisar 0,01-0,04 ppm. Menurut Anonim (2005), amoniak yang stabil dalam pembenihan udang galah < 0,1.
5.      Nitrit
Tingginya kandungan nitrit dalam suatu perairan disebabkan karena sisa metabolisme dan sisa pakan dalam jumlah yang tinggi. Selama kegiatan pembenihan udang galah GIMacro kandungan nitrit berkisar 0,01 – 0,04 ppm.
                                    Pembenihan Ikan Patin
A.                Tinjauan Pustaka
a.      Biologi Ikan Patin (Pangasius Hypopthalmus)
Ikan patin merupakan salah satu dari 14 spesies pangasiid yang sudah cukup lama di Indonesia. Pangasius hypopthalmus merupakan introduksi dari Thailand dan menjadi salah satu ikan populer yang dibudidayakan di Indonesia (Slembrouck, J. et all., 2003). Menurut Soanin N (1984) klasifikasi ikan patin adalah sebagai berikut :
Phylum            : chordata
Sub phylum     : vertebrata
Super class      : pisces
Class                : ostechtyes
Sub class         : aktinopterygli
Bangsa                        : ostariophsi
Jenis                : pangasius hypopthalmus
Ikan patin termasuk ikan omnivora, namun pada saat larva bersifat karnivora dan hidup di sungai yang dalam, agak keruh, dasar berlumpur dan suhu 25-30 oC (BBAT, 2003). Secara morfologi ikan ini memiliki badan memanjang, kepala kecil, mata kecil, mulut diujung kepala dan lebar, mempunyai dua pasang kumis, sirip punggungnya kecil dan tinggi mempunyai adifose fin, warna abu kehitaman dan perut berwarna perak (BBAT, 2003).

b.      Seleksi Induk Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)
Seleksi ini dilakukan terhadap stok induk yang ada dengan tujuan untuk mendapatkan induk yang mempunyai produktivitas tinggi dengan ciri morfologi yang dikehendaki dan dapat diturunkan (Sutisna P.H. dan Sutarmanto R, 2003). Selain itu seleksi juga untuk mendapatkan induk yang telah matang gonad dan siap untuk dipijahkan.
Ketelitian saat seleksi induk merupakan penentu keberhasilan dari kegiatan pemijahan karena induk yang berkualitas akan menghasilkan telur dan larva yang berkualitas pula. Sebaliknya, induk yang kurang berkualitas akan menghasilkan telur dan larva yang lemah yang berakibat pada kelangsungan hidup yang rendah (Rustidja, 2004).
            Induk ikan patin jantan yang telah siap dipijahkan memiliki cirri-ciri papilla menonjol dan kemerahan, tubuh langsing, apabila perut diurut akan keluar sperma yang berupa cairan kental berwarna putih susu. Sedangkan induk betina memiliki cirri-ciri perut nampak besar dan lembek serta halus saat diraba, papilla membengkak dan berwarna merah tua, kulit pada bagian perut terasa lembek dan tipis dan apabila diperiksa dengan selang kanulasi (kateter) akan diperoleh telur dengan ukuran seragam berwarna transparan (Susanto H. dan Amri K, 2001).
Gambar seleksi induk ikan patin


c.       Pemijahan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)
    1. Penyuntikan Ikan Patin
Pemijahan adalah proses pengeluaran sel telur induk betina dan sperma oleh induk jantan yang kemudian diikuti dengan perkawinan. Pemijahan sebagai salah satu bagian dari reproduksi merupakan mata rantai siklus hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies.
Faktor penentu keberhasilan pemijahan adalah kematangan induk, kualitas telur yang baik, faktor dalam (genetik) dan faktor lingkungan  (Sutisna D.H. dan Sutarmanto R, 1995).
Pemijahan ikan patin selama ini hanya baru bisa dilakukan secara buatan yaitu dengan menyuntikan hormon perangsang yang berasal dari kelenjar hipofisa LH-RH-A atau HCG atau hormon sintetis dengan merk dagang ovaprim (BBAT, 2003). Penyuntikkan dilakukan dengan tujuan untuk merangsang pemijahan yang matang kelamin, tetapi tidak dapat dan akan sulit dipijahkan secara alami karena keadaan lingkungan yang tidak sesuai (Susanto H, 1999). Pemijahan pada ikan dikendalikan oleh kelenjar hipofisa dimana kelenjar ini bekerja sebagai penghubung antara otak dan gonad. Selnya menghasilkan gonadotropin dan melepaskannya pada saat ada perintah dari otak (Rustija) dalam gonadropin yang mampu merangsang pembiakkan adalah follicle stimulating hormone (FSH-like hormone) dan Lutenizing hormone (LH-like hormone). FSH bekerja untuk merangsang perkembangan gonad hingga matang kelamin karena terjadi perubahan menjadi sel telur. LH bertugas untuk merangsang ovulasi yaitu keluarnya telur dari folikel telur kemudian masuk ke saluran telur dan keluar dari lubang urogenital (Susanto H, 2002).
Pemijahan ikan patin mengalami kesulitan pada musim kemarau karena ikan patin memiliki kebiasaan memijah pada musim penghujan. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan penyuntikan dengan menggunakan hormon yang berbeda. Penyuntikan dengan menggunakan hormon bertujuan untuk merangsang perkembangan gonad dan ovulasi secara lebih cepat pada musim kemarau. Hormon yang biasa digunakan adalah HCG menurut Slembrouck, J, et all (2003) penyuntikan pada induk betina, HCG digunakan pada penyuntikan pertama dengan dosis 500 ml/kg dan penyuntikan kedua dengan menggunakan ovaprim 0,6 ml/kg sedangkan pada musim penghujan penyuntikan cukup hanya dengan ovaprim 0,9 ml/kg yaitu pada penyuntikan pertama 1/3 bagian dan penyuntikan kedua 2/3 bagian. Penyuntikan induk jantan cukup dengan menggunakan ovaprim dengan satu kali penyuntikan menggunakan dosis 0,2 – 0,3 ml/kg.
Gambar proses penyuntikan
    1. Striping pada Induk Ikan Patin
Proses ovulasi telur tidak dapat dihentikan atau dikembalikan pada saat striping telur dilakukan. Kadang telur sudah terlalu matang atau bahkan belum matang. Oleh karena itu hal yang sangat diperlukan adalah mengurut (striping) induk yang telah matang telur segera setelah telur mencapai stadia yang sangat matang. Striping dilakukan secara pelan-pelan ke arah ekor hingga telur atau sperma dinyatakan habis. Posisi ikan pada saat striping harus benar dan terhindar dari air, karena jika telur terkena air maka lubang mikrofil pada telur akan tertutup dan sperma tidak akan bisa masuk untuk proses fertilisasi (Slembrouck, J, et all, 2003).
Gambar proses striping

    1. Fertilisasi
Merupakan proses masuknya spermatozoa ke dalam telur ikan melalui lubang mikrofil yang terdapat pada chorion dan selanjutnya akan terjadi perubahan pada telur dalam proses pembuahan. Telur ikan dan sperma mempunyai zat kimia yang terbentuk dalam proses pembuahan. Zat tersebut adalah gamone. Gamone yang dikeluarkan sel telur disebut gynamone 1 dan gynamone 11 (Febriani D, dan Marlina E, 2004). Setelah telur dibuahi sampai dengan menetas maka akan terjadi proses embriologi (masa pengeraman) yaitu mulai dari satu sel, dua sel, 4 sel, 8 sel, 16 sel, 32 sel, 64 sel, 128 sel sampai pra blastula – gastula – neurola – embrio – penetasan (Sutisna D.H, dan Sutarmanro R, 1995).
    1. Penetasan telur ikan patin
Penetasan terjadi bila telur terbuahi dan embrio telah menjadi lebih panjang daripada lingkaran kuning telur dan telah terbentuk sirip perut. Penetasan terjadi dengan cara penghancuran chorion oleh enzim yang dikeluarkan kelenjar ekstoderm, selain itu penetasan disebabkan oleh gerakan-gerakan larva akibat peningkatan suhu, intensitas cahaya dan pengurangan oksigen dalam cangkang (Sutisna D.H, dan Sutarmanto R, 1995).
Temperatur dalam inkubator mempengaruhi perkembangan dan penetasan telur. Perkembangan dan penetasan telur akan berlangsung sangat cepat pada kondisi air hangat, karena mempengaruhi proses metabolisme dan mempercepat produksi material pelarut cangkang (Sutisna D.H, dan Sutarmanto R, 1995). Suhu ini menyebabkan penetasan prematur sehingga menghasilkan larva yang lemah. Sebaliknya air yang terlalu dingin dapat memperlambat perkembangan telur dan reproduksi enzim mengakibatkan telur-telur tersebut tidak dapat menetas karena lambatnya proses pembentukan enzim pelarut cangkang telur (Rustidja, 2004). Telur akan menetas dalam waktu 18 – 24 jam pada suhu 27-29 oC (BBAT,2003).
    1. Pemeliharaan larva ikan patin
Stadia awal dalam kehidupan ikan adalah stadia larva yaitu mulai dari keluarnya embrio dari cangkang telur dan berakhir ketika larva mulai dapat mengisi udara kedalam kantong udaranya, mulai berenang dengan gaya seperti ikan dan mulai makan dari luar (Rustidja, 2004). Larva ikan patin mulai membutuhkan makan dari luar setelah cadangan makanannya yang berupa yolk suck telah habis. Pada fase ini larva ikan patin bersifat kanibal (Slembrouck L, et all, 2003). Larva yang berumur 2 hari diberi pakan berupa artemia sampai berumur 6 hari kemudian dilanjutkan dengan pemberian cacing sutera hingga berumur 14 hari (BBAT, 2003). Pada perkembangan larva membutuhkan lingkungan kaya O2 (lebih disukai jika O2 jenuh). Fluktuasi suhu yang besar perlu dihindari selama stadia larva untuk mencegah terjadinya stres. Perubahan suhu yang besar dapat mematikan larva.

B.                 Pembenihan Ikan Patin
a.      Sarana dan Prasarana Pembenihan ikan Patin
Pembenihan ikan patin dalam pelaksanaannya membutuhkan sarana dan prasarana yang merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia sehingga kegiatannya dapat terlaksana, tingkat keberhasilan kegiatan pembenihan ini sangat tergantung pada sarana dan prasarana yang digunakan. Sarana dan prasarana yang digunakan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar selama kegiatan pembenihan ikan patin tersebut meliputi :
1.      Kolam pemeliharaan induk
Kolam pemeliharaan induk digunakan untuk menampung dan memelihara induk hingga matang gonad dan siap untuk dipijahkan. Kolam induk yang digunakan berukuran 10 m2 dan dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air.


2.      Ruang inkubasi telur
Ruang inkubasi digunakan untuk penetasan telur. Ruang ini dilengkapi dengan corong penetasan dan perlengkapannya, sistem aerasi dan sistem sirkulasi air.
Gambar alat penetasan telur

3.      Ruang pemeliharaan larva
Ruang ini digunakan dalam pemeliharaan larva dari menetas sampai siap jual atau ditebar di kolam pendederan dan pembesaran, ruangan ini dilengkapi dengan bak-bak pemeliharaan larva, sistem aerasi dan sistem sirkulasi.
Gambar bak pemeliharaan larva
4.      Sumber air
Sumber air dibutuhkan untuk mensuplai kebutuhan air pada kegiatan budidaya. Sumber air yang tersedia berasal dari sumur bor dengan kedalaman 200 meter dan dilengkapi dengan tower dan bak penampungan.
5.      Sumber listrik
Sumber listrik utama berasal dari PLN dan sumber lainnya berupa genset yang digunakan sebagai sumber listrik cadangan apabila PLN padam.

b.      Persiapan
Persiapan pada pembenihan ikan patin adalah seluruh kegiatan yang dapat mendukung dan mempermudah kegiatan pembenihan sebelum kegiatan tersebut dimulai.

1.      Persiapan wadah dan peralatan pembenihan
-          Sterilisasi peralatan
Sterilisasi dilakukan untuk membunuh bibit penyakit yang mungkin ada yang berupa mikroorganisme. Sterilisasi dilakukan pada wadah dan peralatan pembenihan yang akan digunakan. Wadah dan peralatan yang disterilisasi berupa bak-bak fiber pemeliharaan larva, corong penetasan dan peralatan lainnya. Bak fiber dan corong penetasan dibersihkan dengan mencucinya higga bersih, sedangkan untuk peralatan disterilisasi dengan merendamnya dengan larutan detergen selama satu hari, kemudian dicuci hingga bersih. Sterilisasi juga digunakan pada sistem resirkulasi air dan sistem penerangan yaitu dengan membersihkan bak dan bahan-bahan filtrasi yang berupa waring dan pecahan karang dari kotoran.
-          Mendesain perlengkapan pembenihan
Desain dilakukan setelah semua perlengkapan disterilisasi. Desain yang dilakukan meliputi pemasangan sistem aerasi, sistem resirkulasi air dan sistem penerangan baik pada inkubasi telur maupun pada pemeliharaan larva (hatchery).

2.      Persiapan induk
-          Pemeliharaan induk
Induk adalah bagian terpenting dan menentukan tingkat keberhasilan dalam kegiatan pembenihan, sehingga untuk mencapai keberhasilan dalam pembenihan perlu dilakukan pemeliharaan terlebih dahulu. Induk ikan patin (Pangasius hypopthalmus) dipelihara di kolam induk dan selama pemeliharaan induk diberi pakan berupa pelet dengan kandungan protein 32-40% sebanyak 0,8-1,5% dari bobot induk dengan frekuensi 2 kali sehari. Induk yang siap dipijahkan setelah berumur 2 tahun dan berat 1-6 kg/ekor. Pemeliharaan induk ini dilakukan hingga induk matang gonad dan telah siap untuk dipijahkan. Untuk menghasilkan telur yang berkualitas biasanya ditambahkan vitamin C pada pelet yang diberikan sebanyak 100 mg/kg pelet.
-          Seleksi induk
Seleksi induk patin tidak selalu dapat memijah secara serentak, hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan umur dan tingkat kematangan gonad. Untuk mendapatkan induk yang matang gonad dan siap untuk dipijahkan maka perlu dilakukan seleksi induk. Induk jantan yang siap dipijahkan mempunyai ciri-ciri papilla menonjol dan kemerahan, tubuh lebih langsing dan memanjang, serta apabila diurut akan keluar sperma yang berupa cairan kental berwarna putih susu. Induk jantan ini diseleksi dengan metode striping, sedangkan induk betina memiliki ciri-ciri perut nampak besar dan lembek, papilla kemerahan dan memiliki telur yang seragam berkisar antara 1,1-1,3 mm dan berwarna putih. Telur ini diambil dengan metode kanulasi yaitu memasukkan selang kanulasi (kateter) ke dalam lubang genital dengan kedalaman 9-10 cm, kemudian telur disedot dan diambil sebagai sampel untuk mengetahui tingkat kematangan gonadnya. Induk yang telah diseleksi dipisahkan dan dimasukkan ke dalam waring yang bertujuan agar mudah ditangkap pada saat penyuntikan maupun striping. Berat induk yang digunakan dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini :
Tabel 5. Berat induk patin jantan dan betina
No
Pemijahan ke-
Berat induk
Jantan (kg)
Betina (kg)
1
2

3
4
1


2
1,5
2,0
1,0
2,0
1,5
2,0


3,0



Gambar pengecekan telur dan telur ikan patin


c.       Pemijahan Ikan Patin
1.      Penyuntikan ikan patin
Pemijahan ikan patin sampai saat ini hanya bisa dilakukan dengan pemijahan buatan yaitu dengan penyuntikan menggunakan hormon berupa ovaprim atau HCG (chorionic gonadotropin). Penyuntikan yang dilakukan pada kegiatan pembenihan ikan patin di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar adalah pada induk betina, penyuntikan dilakukan sebanyak 2 kali. Untuk penggunaan ovaprim, dosis yang digunakan dalam penyuntikan adalah 0,9 ml/kg untuk induk betina dan 0,2-0,3 ml/kg untuk induk jantan. Penyuntikan pertama dosisnya 1/3 bagian yaitu 0,3 ml/kg dilakukan pada pukul 16.00 wib dan 0,6 ml/kg untuk penyuntikan kedua pada pukul 24.00 wib. Selang waktu penyuntikan pertama dan kedua adalah 8 jam. Penyuntikan untuk induk jantan hanya sekali yaitu bersamaan dengan penyuntikan kedua pada induk betina.
Penggunaan HCG digunakan hanya untuk pentuntikan pertama dan hanya untuk induk betina dilakukan pada pukul 22.00 wib dengan dosis 500 ml/kg. Penyuntikan kedua tetap menggunakan ovaprim dengan dosis 0,6 ml/kg dilakukan pada pukul 22.00 wib hari berikutnya. Selang waktu penyuntikan pertama dan kedua adalah 24 jam. Secara rinci dosis penggunaan hormon penyuntikan terdapat pada tabel 6 dibawah ini :
Tabel 6. Dosis penggunaan hormon penyuntikan
No
Induk jantan
Dosis 0,3 ml ovaprim
Induk betina
Dosis 500 ml HCG
Dosis ovaprim penyuntikan ke-
1
1,5
2,0
0,45
0,60
3,0
1500
0,3 ml
-
0,6 ml
1,8
2
1,0
2,0
1,5
0,30
0,60
0,45
2,0
3,0
-
0,6
0,9
1,2
1,8



2.      Striping
Striping antara penyuntikan yang hanya menggunakan ovaprim dengan yang juga menggunakan HCG berbeda karena lama waktu rangsangan untuk ovulasi berbeda. Penyuntikan dengan HCG waktu striping antara 8-10 jam sedangkan yang tanpa HCG waktu stripingnya 6-8 jam setelah penyuntikan kedua. Pada pemijahan I dengan menggunakan HCG, striping dilakukan pada pukul 08.00 WIB yang diawali dengan striping pada induk jantan setelah sebelumnya melakukan pengecekan pada induk betina. Tujuan striping pada induk jantan terlebih dahulu adalah untuk mempersiapkan terlebih dahulu sehingga dapat memastikan jumlah sperma telah mencukupi atau tidak, kemudian baru dilakukan striping pada induk betina. Jika waktu striping yang keluar telur maka stripingnya dapat segera dilakukan. Menurut Slembrouck, et all, (2003) jika striping dilakukan dan menunggu sampai dua jam hingga pengecekan kedua setelah striping dilakukan maka dilakukan penghitungan telur untuk mengetahui fekunditasnya. Fekunditas telur ikan patin dapat diketahui dengan cara menimbang telur yang dihasilkan kemudian diambil sampel sebanyak 3 sampel dan ditimbang. Tiap sampel dihitung jumlahnya dan akan diperoleh berat rata-rata jumlahnya serta berat telur per butirnya. Kemudian, berat total telur dibagi dengan berat telur per butirnya dan fekunditas telur yang didapat pada pemijahan induk ikan patin adalah sebagai berikut :
Tabel  7. Fekunditas pada pemijahan induk ikan patin
Pemijahan
Ke-
Rata-rata
Berat sampel
(g)
Jumlah rata-rata telur sampel (butir)
Rata-rata berat
(g/btr)
Berat total telur
(g)
Fekunditas

I

II

0,24

1

320

1200

0,00075

0,00083

842,2

550

1122933

660000



3.      Fertilisasi
Fertilisasi dilakukan setelah striping dan pencampuran sperma telah mencukupi. Sperma diencerkan dengan larutan fisiologis (NaCl) dengan perbandingan 1:4 – 1:10. Pengenceran ini bertujuan untuk mengefektifkan penggunaan sperma dan untuk mengawetkan sperma hingga digunakan untuk proses fertilisasi. Fertilisasi dilakukan dengan cara pencampuran antara sperma dan telur. Telur diaduk dengan bulu ayam agar sperma tersebar dengan merata. Proses fertilisasi setelah telur yang dicampur dengan sperma diberi air karena sperma aktif dalam air. Setelah itu telur dibilas dengan air kemudian dicuci dengan larutan tanah untuk menghilangkan lendir yang ada pada telur dan supaya tidak menggumpal serta tidak menempel pada corong penetasan. Tanah yang digunakan berupa tanah liat yang bersih dan telah disaring.
4.      Penetasan telur ikan patin
Setelah proses fertilisasi selesai, telur kemudian dimasukkan ke dalam corong penetasan pada ruang inkubasi yang dilengkapi dengan sistem aerasi dan sistem resirkulasi air. Kran pada corong dihidupkan agar air mengalir dan terjadi proses pengadukan telur sehingga proses penetasan dapat berlangsung dengan baik.
Telur ikan patin akan menetas dalam waktu 18-24 jam dengan suhu penetasan 28-29 oC. Telur yang menetas akan terbawa air melalui pipa pengeluaran yang terdapat pada corong penetasan dan masuk ke dalam bak fiber yang telah dipasang saringan. Telur yang tidak menetas akan berada dalam corong dan mengendap. Telur ini harus segera disifon untuk menghindari pembusukan dalam air sirkulasi sehingga kualitas air tetap baik. Larva yang telah terkumpul dalam saringan segera dipanen dan dipindahkan ke dalam bak penampungan, selanjutnya dihitung untuk mengetahui jumlah larva yang dihasilkan. Pemanenan larva dilakukan bertahap untuk menghindari kelemahan larva karena terjadi penumpukan.
Setelah penetasan selesai dan larva telah dipanen, maka dilakukan penghitungan larva untuk mengetahui derajat penetasan telur. Setelah lebih kurang 24 jam dilakukan penghitungan antara telur yang menetas dan telur yang tidak menetas. Hasil penghitungan derajat penetasan dapat dihitung dengan rumus :
Derajat penetasan (HR) = telur menetas               x 100%
                                          Jumlah total telur




Tabel 8. Derajat penetasan telur ikan patin
Pemijahan
Tidak menetas
(telur putih)
Menetas
HR (%)
Rata-rata (%)
Normal
Abnormal
I
79
114
59
129
221
223
77,99
76,05
77,02
II
242
248
337
331
203
237
200
19
29
29
37
10
30
137
132
226
113
205
40,2
37,8
32,3
45,05
42,49
47,2
40,83


Pada dua kali pemijahan yang dilakukan, diperoleh daya tetas telur (HR) sebesar 77,02% dan 40,83%. Rendahnya HR ini dapat disebabkan oleh kualitas telur dan kualitas air yang digunakan. Sistem penetasan telur yang dilakukan adalah dengan menggunakan corong penetasan dan menggunakan air secara resirkulasi. Telur mengandung protein tinggi dimana jika terjadi pembusukan pada telur maka protein akan berubah menjadi amoniak yang bersifat racun bagi budidaya ikan. Pada sistem resirkulasi, air yang telah digunakan akan digunakan kembali yang sebelumnya melalui proses filterisasi dan pengendapan. Jika bahan filter yang digunakan tidak dibersihkan pada setiap periode pembenihan, dapat menyebabkan bahan tersebut kotor dan tidak mampu menyaring kotoran yang terlarut dalam air. Akibatnya kualitas air akan menurun karena yang terjadi perputaran air tanpa penyaringan yang baik. Pada proses penetasan telur air yang digunakan adalah air yang mengandung oksigen tinggi, menurut Slembrouck dkk (2003) kualitas air pada inkubator untuk penetasan telur harus bebas dari plankton dan alga, oksigen tinggi, suhu stabil yaitu 27-30 oC dan jumlah distribusi udara harus kontinyu dan stabil.
5.      Pemeliharaan Larva Ikan Patin
Larva yang baru menetas kemudian dipindahkan dalam ruang pemeliharaan larva untuk selanjutnya dilakukan pemeliharaan. Pada pemeliharaan pertama larva yang ditebar sebanyak 270.000 ekor. Larva dipelihara pada bak fiber berukuran 100x70x60 cm sebanyak 12 buah dengan kepadatan masing-masing 10.000 ekor dan bak fiber bulat dengan kepadatan masing-masing 50.000 ekor sebanyak 3 buah. Pada pemeliharaan kedua, larva yang dipelihara sebanyak 198.000 ekor yang dipelihara dalam bak fiber berukuran 100x70x60 cm sebanyak 12 buah dengan kepadatan masing-masing 9.000 ekor dan bak fiber bulat sebanyak 3 buah dengan kepadatan masing-masing 30.000 ekor.
Selama pemeliharaan, tiap bak pemeliharaan dipasang heater untuk menjaga kestabilan suhu. Suhu selama pemeliharaan berkisar antara 29-31 oC dengan kondisi ruang tertutup. Penyiponan dilakukan secara rutin setiap hari untuk membuang kotoran dan sisa pakan sehingga dapat mengurangi pembusukan dalam air. Larva akan mulai membutuhkan makanannya yang berupa yolk suck telah habis yaitu setelah larva berumur 30-36 jam setelah menetas. Selama pemeliharaan frekuensi pemberian pakannya sebanyak 7 kali dengan interval waktu 3 jam sekali. Waktu pemberian pakan yaitu pada pukul 06.00, 09.00, 12.00, 15.00, 18.00, 21.00 dan 24.00. Pakan yang diberikan adalah sebagai berikut :
a.      Artemia
Artemia diberikan 6 hari larva berumur 30-36 jam setelah menetas dengan frekuensi 7 kali sehari diberikan setiap 3 jam sekali. Naupli artemia diperoleh dengan cara mengkultur cyste artemia dengan air yang berkadar garam + 25 ppl dan diaerasi, cyste akan menetas dalam 15 jam. Kebutuhan larva pada hari pertama sebanyak 5 naupli per ekor larva ikan. Dihitung dengan cara pengambilan sampel sebanyak 10 ml artemia pekat. Kemudian sampel tersebut dimasukkan dalam gelas ukur dan ditambahkan air hingga volumenya 1 liter. Setelah itu diambil kembali 10 ml beberapa kali dan dihitung jumlah rata-rata artemia pada sampel ke-10.
Dari perhitungan tersebut akan diperoleh kepadatan artemia per 1 ml nya. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui volume artemia yang harus diberikan untuk setiap bak pemeliharaan larva. Pertambahan jumlah pemberian pakan pada hari berikutnya dilihat berdasarkan nafsu makan larva. Penghitungan ini penting dilakukan untuk mengefisiensikan pakan sehingga tidak akan terjadi kekurangan jumlah pakan atau bahkan penumpukan sisa pakan yang berlebih.

b.      Kutu air dan cacing
Kutu air dan cacing diberikan pada hari ke-7 pemeliharaan, pemberian kutu air atau cacing diberikan secara adlibitum dan sesuai dengan ketersediaan pakan yang ada. Cacing yang diberikan berupa cacing sutera dan cacing darah (blood worm) berbentuk beku. Pemberian pakan ini dilakukan selama 7 hari yaitu sampai larva berumur 13 hari dengan frekuensi 7 kali sehari 3 jam sekali.
c.       Pelet
Pemberian pakan berupa pelet setelah larva berumur 14 hari dengan ukuran pelet crumble 0,425 x 0,71 mm (581) dan kandungan protein 40%. Pelet ini diberikan hingga benih berukuran 1 inchi dengan frekuensi 7 kali sehari secara adlibitum.

6.      Pertumbuhan Benih Ikan Patin
Pengukuran pertumbuhan ikan dilakukan setelah larva berumur lima hari hingga berumur 3 minggu. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan larva setiap periodenya. Pengukuran yang dilakukan yaitu pengukuran terhadap panjang dan berat.
Pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan penggaris yang diukur muali dari ujung mulut sampai ujung ekor. Sedangkan pengukuran terhadap berat dengan menggunakan timbangan analitik.
                                    Pembenihan Ikan Gurame
Pelaksanaan kegiatan pembenihan ikan gurame dimulai dari persiapan kolam, pengelolaan induk, pemijahan dan pendederan.

A.                Persiapan Kolam
Sebelum digunakan, kolam pemijahan dipersiapkan terlebih dahulu. Persiapan kolam yang dilakukan diantaranya pengeringan, pemasangan kerangka serta pengisian air. Kolam yang digunakan berukuran 400 m2 dengan kepadatan 20 ekor induk jantan dan 40 ekor induk betina.
Gambar kolam pemeliharaan induk
a.      Pengeringan kolam
Pengeringan kolam dilakukan selama 2-3 hari. Tujuan pengeringan kolam adalah untuk membersihkan hama dan membunuh sumber penyakit serta menghilangkan nitrit yang terdapat didasar kolam.
b.      Pemasangan kerangka sarang (balai-balai)
Induk jantan gurame akan membuat sarang sebagai tempat penyimpanan telur pada saat akan memijah. Pemasangan kerangka dipasang terlebih dahulu sebagai tempat penetapan bahan sarang yang digunakan oleh induk gurame. Kerangka dibuat berupa balai-balai yang dipasang ditengah.
Peletakan bahan sarang pada kerangka sarang yaitu dengan cara ditebarkan diatas kerangka sarang atau balai-balai yang telah dibuat sebelumnya. Sarang dibuat oleh induk jantan dengan cara mengambil bahan sarang dengan mulutnya. Bahannya berupa ijuk, karung plastik serta rumput-rumput yang kering. Pematang dipasang dengan bambu atau ranting yang ditancapkan sebagai tempat induk yang bertujuan untuk mempermudah pengontrolan sarang.
c.       Pengisian air
Setelah pengeringan kolam dan pemasangan kerangka sarang, kolam siap untuk dilakukan pengisian air. Ketinggian air kolam berkisar antara 0,75-1 meter, jika ketinggian air terlalu rendah akan mengakibatkan perubahan suhu yang mendadak sedangkan air yang terlalu dalam menyebabkan sinar matahari tidak dapat menyentuh dasar kolam sehingga lapisan yang subur sangat kecil.

B.                 Pengelolaan Induk
a.      Seleksi induk
Keberhasilan usaha pembesaran sangat tergantung pada kondisi awal benih. Benih yang berkualitas baik dapat dihasilkan jika beberapa faktor dan persyaratan dapat terpenuhi, salah satunya adalah kondisi induk.
Gurame yang digunakan sebagai induk berumur kurang lebih 4 tahun untuk jantan dengan berat 2-3 kg/ekor dan 3 tahun untuk betina dengan berat 2-2,5 kg/ekor. Perbedaan jantan dan betina antara lain adalah:
Induk jantan :
-          Dahi menonjol
-          Sirip dada terang
-          Dagu berwarna kuning dan lebih monyong atau tebal
-          Jika kelamin ditekan perlahan akan mengeluarkan sperma
-          Jika ditaruh ditempat datar, ekornya akan melengkung keatas

Induk betina :
-          Dahi datar
-          Sirip dada gelap kehitaman
-          Dagu berwarna putih kecoklatan dan tidak tebal
-          Jika kelamin ditekan tidak mengeluarkan apa-apa
-          Jika ditaruh ditempat datar, ekornya akan bergerak-gerak

Selain ciri-ciri diatas, ciri-ciri fisik induk betina yang siap dipijahkan adalah perutnya tampak buncit, bagian perut membesar kearah belakang, terasa lembek jika diraba, lubang duburnya berwarna putih kemerahan, warna tubuhnya terang, sisiknya rapih dan tidak ada yang hilang atau rusak. Sedangkan induk jantan yang siap dipijahkan memiliki badan yang lebih besar, warna tubuhnya gelap bentuk perutnya lancip kearah anus, gerakan gesit dan sifatnya agak garang.
Gambar induk gurame

b.      Penanganan penyakit
Memelihara ikan tidak terlepas dari gangguan penyakit. Penyakit sering menyerang ikan gurame adalah luka pada permukaan kulit serta mata yang disebabkan oleh parasit Argulus indicus dan predator. Parasit ini menempel pada sisik atau sirip dan dapat menimbulkan lubang kecil yang akhirnya akan mengakibatkan infeksi. Predator yang sering menyerang adalah lele dan ular air. Proses pengobatan dilakukan secara tradisional dan menggunakan bahan kimia. Pengobatan secara tradisional yaitu dengan pemberian pakan daun kangkung, sedangkan yang menggunakan bahan kimia yaitu dengan pemberian kalium permanganat (PK).


c.       Pemberian pakan
Pakan untuk induk yang akan dipijahkan sama dengan pakan gurame pada masa pembesaran. Pakan yang diberikan adalah pakan yang memiliki kandungan gizi yang baik sehingga telur yang dihasilkan akan berkualitas baik pula. Induk gurame yang akan memijah diberikan pelet sebanyak 2% berat total tubuh dengan kandungan protein 28%, lemak 6% dan kadar abu 5%. Selain pelet juga diberikan pakan berupa daun-daunan pada pemeliharaan induk gurame, jenis daun yang diberikan adalah daun talas.
Induk yang diberikan daun talas, telur yang dihasilkan lebih baik, yaitu terurai dan tidak diselubungi selaput lemak. Kondisi ini akan lebih mudah dibuahi oleh sperma dan tidak mudah terserang jamur.
C.                Pemijahan
a.      Pengontrolan dan pengambilan sarang
Ikan gurame (Osphronemus gouramy) melakukan pemijahan pada waktu yang tidak ditentukan, dengan demikian pengontrolan sarang dilakukan setiap hari pada pagi dan sore. Hal ini dimaksudkan agar tidak mengganggu proses pemijahan, selain itu suhunya relatif rendah sehingga induk tidak mengalami stres. Pengontrolan dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengganggu induk gurame memijah. Sarang yang telah berisi telur dapat ditandai dengan kondisi telah tertutup, adanya bau amis disekitar kolam serta terdapat minyak atau lemak pada permukaan air disekitar sarang. Pengambilan sarang harus dilakukan dengan hati-hati setelah sarang terangkat dari tempatnya maka secepat mungkin dimasukkan ke dalam ember yang telah diisi air kolam pemijahan.
Sarang yang dipanen kemudian dimasukkan ke dalam wadah penetasan, sampai dengan habis kuning telur yang menempel pada tubuh larva. Di dalam wadah penetasan dilakukan pemisahan telur dari sarang, pemisahan dilakukan dengan tangan secara hati-hati agar telur tidak rusak.
Dari telur yang dihasilkan, sebagian telur ada yang hidup dan ada yang mati/rusak. Telur yang hidup ditandai dengan warnanya kuning cerah dan transparan sedangkan telur yang mati ditandai dengan warnanya agak kusam, keputih-putihan dan tidak tembus cahaya.
Telur mati atau rusak apabila dibiarkan akan diselubungi oleh selaput putih yang diduga adalah jamur. Agar tidak terjadi penularan maka telur yang telah mati harus dipisahkan. Pada saat pemisahan dilakukan penghitungan telur yang hidup dan telur yang mati/rusak. Tujuan dilakukan penghitungan adalah untuk mengetahui jumlah total serta daya tetas telur (HR).

Tabel 9. Jumlah total dan daya tetas telur (HR)
Sarang
Jumlah telur
(butir)
Telur menetas
(butir)
Telur mati
(butir)
HR (%)
I
3200
1835
1365
57,34
II
2600
1345
1255
51,73
                     
                     





b.      Pemberian pakan
Setelah habis persediaan kuning telur pada larva, suplai makanan dari luar mulai dibutuhkan. Pakan yang diberikan terdiri dari pakan alami dan pakan pelet.
Pakan alami merupakan pakan ikan yang berbentuk hewan dan tumbuhan, jenis pakan ini berukuran sangat kecil sehingga pakan ini cocok diberikan pada larva sebagai pakan. Zooplankton lebih menarik perhatian larva karena pakan alami ini dapat bergerak. Gerakan zooplankton ini akan merangsang larva untuk memangsanya. Dari pakan alami yang ada, Moina sp. dan cacing sutera merupakan salah satu pakan alami yang baik untuk larva gurame pada tahap awal pertumbuhan.
Moina sp. dan cacing sutera memiliki kandungan gizi yang baik, beberapa kandungan gizi pada Moina sp. dan cacing sutera adalah protein, lemak, kadar air, serat kasar dan abu.

Tabel 10. Beberapa kandungan gizi pada Moina sp. dan cacing sutera
Jenis pakan
alami
Kandungan gizi
Protein
Lemak
Kadar air
Serat kasar
Abu
Moina sp.
37,38
13,29
90,60
-
11
Cacing sutera
57,00
13,30
87,19
2,04
3,60


Sembilan hari dari penetasan larva mulai diberikan pakan alami berupa Moina sp. Moina sp. diperoleh dengan cara mengkultur 7 hari sebelum larva diberikan pakan Moina sp. di laboratorium pakan alami. Moina sp. dikultur dalam fiber glass, sebagai media kultur adalah 1 kg kotoran ayam, 2 ons bungkil kedelai. Bungkil kedelai dicampurkan dengan kotoran ayam lalu dibungkus dengan kain tile atau waring dan dimasukkan dalam fiber glass yang telah diisi air dengan volume 1000 liter. Setelah itu pada hari ke-2 Moina sp. ditanam dan didiamkan selama 3 hari. Selama 5 hari dari pemupukan dapat dilakukan pemupukan ulang dengan kotoran ayam sebanyak 2 kg, pertumbuhan optimal Moina sp. terjadi pada hari ke-7 sampai ke-10 setelah panen.
Pemberian Moina sp. dilakukan dengan cara diambil dengan menggunakan planktonet dan diberikan langsung pada larva. Moina sp. diberikan sebanyak 5 ekor/larva dengan frekuensi pemberian sebanyak 3 kali sehari yaitu pukul 07.30 WIB, 12.00 WIB dan 16.00 WIB selama 10 hari.
Pemberian pakan larva selanjutnya yaitu cacing sutera. Sebelum cacing ini diberikan terlebih dahulu cacing diberokkan dalam wadah penampungan dengan diberi aliran secara terus menerus, bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan bibit penyakit yang dibawa oleh cacing sutera sebanyak 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan sore.
Selain pakan alami, pemberian pakan buatan juga diberikan pada larva gurame yaitu berupa pelet. Jenis pelet yang diberikan adalah pakan udang ukuran Do dengan kandungan protein 30%, lemak 6% dan serat kasar 3%. Untuk menghindari turunnya kualitas air dan mempermudah penyiponan sebelum diberikan pada larva, pelet dibentuk menjadi bulat-bulatan.

D.                Kualitas Air
Kualitas air merupakan bagian terpenting dalam pemeliharaan ikan untuk menunjang pemeliharaan larva. Dengan demikian kualitas air dijaga kestabilannya, caranya dengan pergantian air. Frekuensi pergantian air sebanyak dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari sebelum pemberian pakan. Pergantian air dilakukan untuk mengganti air yang kotor karena sisa pakan dan kotoran dari larva. Volume air yang diganti sebanyak ¼ dari volume air di dalam wadah pemeliharaan. Pada saat pergantian air, kotoran dibersihkan dengan menggunakan selang. Pada ujung selang diberi ember yang dilengkapi dengan saringan agar larva tidak ikut terbuang bersama kotoran.
Dalam pemeliharaan ikan gurame selain pergantian air juga dilakukan pengukuran kualitas air yang dilakukan 1 minggu sekali pada masa pemeliharaan larva. Adapun parameter yang diperiksa baik fisika ataupun kimia adalah suhu, pH, O2, NH3, nitrit.

Tabel 11. Analisa fisika dan kimia air pada pemeliharaan larva gurame
Wadah
Suhu
(oC)
pH
O2
(ppm)
Nitrit
(ppm)
Amonia
(ppm)
Bak
25-26,6
7,0-7,5
2,8-3,4
0,013-0,016
0,325-0,363
Akuarium
26,9-27,1
7,5-8.5
5,2-6,9
0,026-0,033
0,263-0,271
Fiber
26-27,2
7,5-8,5
3,0-6,7
0,032-0,046
0,008-0,061
Kolam
27,2-28,3
7,6-8,0
3,6-6,5
0,084-0,061
0,104-0,132




E.                 Pendederan
Larva gurame mulai berukuran besar harus segera dipindahkan ke kolam pendederan bertujuan untuk memelihara benih yang masih kecil secara intensif sampai mencapai ukuran tertentu.
Gambar larva gurame
a.      Persiapan kolam
Kolam pendederan disiapkan terlebih dahulu sebelum dipindahkan. Kolam yang digunakan dalam pendederan adalah kolam dengan dasar tanah dibuat dari semen dengan ketinggian pematang 0,75 meter. Kolam dikeringkan terlebih dahulu selama 3 hari. Penyediaan pakan ditebarkan kotoran sebanyak 5 kg dan jerami. Kolam diisi air dengan ketinggian 20 cm dan air didiamkan selama 5 hari.
b.      Penebaran benih
Penebaran benih dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 08.00 – 10.00 WIB. Sebelum ditebar dilakukan sampling dengan mengambil 5 ekor ikan. Sampling bertujuan untuk mengetahui berat dan panjang sebelum pendederan serta menghitung jumlah larva yang akan ditebar untuk mengetahui kelangsungan hidup.
Benih gurame ditebar dengan cara aklimatisasi, yaitu dengan memasukkan wadah benih ke dalam kolam agar keadaan suhu air dalam wadah dan kolam relatif sama. Aklimatisasi dilakukan untuk mencegah agar ikan tidak stres dan dapat beradaptasi dengan keadaan kolam.
Gambar benih gurame

c.       Pemanenan
Pemanenan benih di kolam pendederan dilakukan dengan menggunakan jaring hapa. Panen dilakukan oleh 2 orang dengan cara menggiring benih kepinggir kolam dengan jaring hapa lalu diangkat dan ditampung dalam satu wadah. Karena benih masih dalam ukuran kecil akan mudah stres sehingga panen dilakukan dengan hati-hati.
Pada saat pemanenan juga dilakukan sampling akhir dengan mengambil 5 ekor ikan sebagai sampel. Tujuan sampling akhir adalah untuk mengetahui pertambahan berat dan panjang benih akhir serta kelangsungan hidup benih.



F.                 Pertumbuhan
a.      Pengamatan pertumbuhan
Pengamatan pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan ikan selama pemeliharaan, pengamatan dilakukan dengan cara pergantian wadah yaitu awal penebaran dan akhir pemeliharaan. Sampling yang dilakukan adalah penimbangan berat dan pengukuran panjang larva dengan mengambil 5 ekor larva. Penimbangan larva dengan menggunakan timbangan analitik untuk mengetahui pertambahan berat larva. Sebelum ditimbang larva dalam kondisi kering agar berat yang dihasilkan adalah berat bersih larva. Pengukuran panjang larva diukur dengan menggunakan mistar kemudian hasil pengukuran dari ke-5 sampel larva dirata-ratakan sehingga didapat hasil panjangnya dengan satuan milimeter, pertambahan panjang larva dapat dihitung dengan rumus :

L = Lt – L0

Keterngan :
L          = Panjang benih (mm)
Lt         = Panjang akhir (mm)
L0        = Panjang awal (mm)

b.      Kelangsungan hidup
Pengamatan kelangsungan hidup dilakukan untuk menentukan jumlah individu yang hidup atau tingkat Survival rates. Besarnya tingkat kelangsungan hidup sangat dipengaruhi oleh kualitas air, pengelolaan pemberian pakan serta cara perawatan larva. Tingkat kelangsungan hidup larva dapat dilihat dari jumlah penebaran awal dan jumlah pada saat panen. Survival rates dapat dihitung dengan rumus :

SR = Nt        x 100%
         N0

Keterangan :
SR       = Kelangsungan hidup (%)
Nt        = Jumlah larva yang hidup pada akhir pengamatan (ekor)
N0        = Jumlah larva yang hidup pada awal pengamatan (ekor)













II.          PENUTUP

                                                  Kesimpulan
Berdasarkan pembenihan udang galah GIMacro, ikan patin dan gurame di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa :
-          Tahapan pembenihan udang galah GIMacro, ikan patin dan gurame meliputi pemeliharaan induk, pemijahan, pemeliharaan larva, pengendalian hama, penyakit dan lain-lain
-          Pada saat pemeliharaan larva, udang galah GIMacro harus menggunakan air payau dengan salinitas 10 ppt dengan suhu 30 oC.
-          Setelah menjadi PL agar kondisinya sehat maka suhu dan salinitas media penampungan harus sama dan dilakukan penurunan salinitas secara bertahap maksimum 2-3 ppt perhari hingga mencapai 0 ppt (air tawar).
-          Pemberian pakan larva udang galah GIMacro dilakukan pada pagi hari, diberi pakan artemia setelah selang waktu 2-3 jam sekali, diberi pakan buatan dan pada sore hari sekitar pukul 16.00 larva artemia.
-          Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam pemeliharaan larva udang galah GIMacro, salah satu untuk menjaga kualitas air dapat dilakukan penyiponan dan pergantian air


-          Pada pemijahan ikan patin pertama dilakukan penyuntikan induk betina menggunakan hormon yaitu HCG dengan dosis 500 IU/kg pada penyuntikan pertama ovaprim 0,6 ml/kg dan pada penyuntikan kedua ovaprim dengan dosis 0,9 ml/kg yaitu penyuntikan pertama sepertiga bagian dan penyuntikan kedua dua per tiga bagian
-          Derajat penetasan telur (HR) pada pemijahan pertama 77,02% dan 40,83% pada pemijahan kedua
-          Kualitas air selama kegiatan pembenihan dan hasil pengukuran menunjukkan dalam kisaran yang aman untuk budidaya ikan patin
-          Pada saat pemijahan gurame dilakukan pengontrolan dan pengambilan sarang dilakukan pada pagi dan sore hari agar tidak mengganggu proses pemijahan selain itu suhu relatif rendah sehingga induk tidak mengalami stres
-          Penebaran benih gurame dilakukan pada pagi hari, sebelum ditebar dilakukan sampling dengan mengambil 5 ekor dengan tujuan untuk mengetahui berat dan panjang sebelum penebaran
-          Larva gurame mulai diberi pakan berumur 3 hari setelah kuning telur habis, larva gurame mulai ditebar setelah umur 15 hari
              
                                                  Saran
-          Dalam penyampaian materi mohon diterangkan secara detail, jelas dan diiringi dengan praktek
-          Kami harap setiap tahunnya diadakan studi banding untuk menambah wawasan
-          Pelaksanaan PKL khusus perikanan harap dimajukan pada musim penghujan
-          Lahan untuk udang mohon dibuatkan








































DAFTAR PUSTAKA


Affiati, N dan C. Lim. 1986. Pengaruh saat malam pemberian pakan alami terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan gurame (Osphronemus gouramy). Bull. Penel. Perik. Darat.

Ahmad, Y. 1990. Artemia : Penggunaan di Pusat Pembenihan Ugang Galah dan Ikan. Jabatan Perikanan Kementrian Pertanian Malaysia, Kuala Lumpur. 42 hal.

Anonim. 2005. Water quality management and treatment for prawn hatchery. Makalah pada : Macrobrachium rosenbergii Aquaculture Management Course, 13th June-27th July 2005. Kedah-Malaysia. P. 5.

AQUACOP. 1983. Macrobrachium rosenbergii de Man culture in Polynesia : Progress in developing mass intensive larvae rearing technique in clear water. Proceeding of World Mariculture Society 8. p. 325-331.

Boyd, C. E. 1979. Water Quality in Warm Water Fish-Pond. Agriculture Experiment Station. Alabama.

Cahyono, B. 2001. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Kanisius. Jakarta.

Djatmika, D. H. 1984. Pemeliharaan Ikan dalam Kolam Air Deras. CV Yosaguna. Jakarta.

Fitriani, A. 2004. Pembenihan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT). Pros. Lap. Sem. Magang UNILA. Lampung.

Hadie, L. E. dan D. Satyani. 1988. Operasional Pembenihan Udang Galah. PUSLITBANGKAN. Departemen Pertanian. Jakarta. 123 hal.

Khasani, I. 2003. Upaya Peningkatan Produksi Udang Galah Melalui Optimalisasi Lingkungan Pemeliharaan. Warta Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 9. No. 3. 2003.

              , 2005. Prospek dan Permasalahan Pengembangan Udang Galah GIMacro. Warta Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 11. No. 6. 2005. hal 2-5.

Sandjaja, J. Tirta dan N. H. Riski. 2002. Usaha Pembenihan gurami. Penebar Swadaya. Bogor.

Sarwono, B. dan M. Sitanggang. 2003. Budidaya gurami. Penebar Swadaya. Bogor.

Sitanggang, M. 1999. Budidaya gurami. Penebar Swadaya. Bogor.